Idealisme dalam Bekerja: Penting atau Enggak?

By Fauzan Harifqi,

28 August 2020

Pada dasarnya, setiap orang pasti punya value, pemikiran, dan caranya masing-masing dalam melakukan sesuatu, termasuk Anda dan Saya. Nah dalam dunia profesional, sebaiknya seberapa banyak kita “melibatkan” idealisme yang kita punya dalam bekerja?

Sebagai pekerja yang berkecimpung di bidang kreatif, khususnya dunia content marketing di medium digital, saya kerap kali dituntut untuk bekerja dengan cepat dan tepat. Namun tantangannya enggak cuma itu, dalam bekerja, saya juga harus beradu ide dan kreativitas dengan sesama aktor perkontenan sambil berusaha memenuhi kebutuhan klien.

Sebagai video producer, anggap saja untuk membuat video jenis A, saya membutuhkan waktu seminggu dengan detail dan kualitas tertentu. Ini “idealisme” saya dalam bekerja. Namun ternyata, dalam dunia profesional, kita enggak selalu bisa menerapkan standar pribadi. Apalagi kalau bekerja secara tim. Ada banyak kepala, ada tuntutan klien, dan yang pasti, ada deadline. Hehehe… 

Nah, ini nih yang kadang bikin kita harus bisa menurunkan idealisme pribadi supaya enggak memberatkan kerja teman-teman satu tim. Bayangkan saja, kalau klien butuh konten video lusa, tetapi saya ngotot editing video itu harus seminggu. Bagaimanapun, saya enggak boleh egois, juga harus bisa fleksibel dan realistis dalam bekerja. 

Namun sekalipun begitu, bukan berarti kita harus bekerja tanpa idealisme. Kalau kata KBBI, salah satu pengertian idealisme adalah hidup atau berusaha hidup menurut cita-cita, menurut patokan yang dianggap sempurna. Ya, masa iya kita enggak boleh punya patokan atau standar pribadi dalam bekerja. Lagi pula di bidang kreatif, idealisme itu penting agar pekerjaan yang kita buat tetap dapat mencerminkan jati diri dan kemampuan kita. Tetapi ingat, “Seorang idealis adalah orang yang menolong orang lain agar menjadi lebih makmur,” kata Henry Ford. Makanya, idealis mah boleh saja, namun jangan sampai nyusahin orang!

"Always true to yourself tanpa harus nyusahin orang."

 

Cerita sedikit deh pengalaman saya waktu berkecimpung di acara NextICorn International Summit 2019. Yes, Contendr sempat dipercayakan menjadi content partner buat event yang mempertemukan startup lokal yang berpeluang menjadi unicorn dengan para calon investor dari beberapa negara.  Di acara tersebut, saya bertanggung jawab untuk merekam gambar dan membuat beberapa video yang dapat mendeskripsikan suasana dan isi acara.

Pada saat itu, keterbatasan waktu adalah tantangan terbesar buat saya dalam mengerjakan project ini. Deadline yang ketat cukup bikin kepala ngebul dan bikin laptop berbunyi mirip drone. Hahaha… Di tengah keterbatasan waktu itu, saya harus bisa menayangkan beberapa video saat dan setelah event berlangsung (highlight event)

Nah, situasi-situasi macam ini nih yang suka bikin peran batin memuncak, antara mengikuti idealisme sebagai videographer atau menjadi anggota tim yang realistis. Buat saya, video yang ideal enggak bisa dibikin hanya dalam dua sampai lima hari saja. Banyak tahap-tahap penting yang harus dilakukan terlebih dahulu agar pesan dari video tersampaikan dengan baik. Selain pesan, visual yang ditampilkan juga harus ciamik dong.

Sayangnya, hal itu enggak mungkin dilakukan mengingat waktu yang sedikit. Seperti yang tadi saya bilang: idealis boleh, nyusahin orang jangan, maka “cukup” menjadi sebuah kata yang sangat berarti kala itu. Cukup, artinya saya harus bisa melibatkan idealisme saya sesuai porsinya. Jika tidak, saya bisa melupakan orang-orang sekitar dan memaksa mereka mengikuti standar saya. Egois, bukan? Jadi, terapkanlah idealisme kita secukupnya, terutama ketika pekerjaan tersebut melibatkan banyak pihak.

Sekarang, bagaimana sih caranya agar kita dapat mengatur kadar idealisme pribadi saat bekerja di dalam tim? Buat saya kuncinya adalah komunikasi dengan rekan-rekan satu tim tersebut. Bertukar pikiran, ide, dan value dalam menjalankan sebuah project rupanya dapat mencegah kita terjerumus ke dalam ego pribadi.

Di Contendr, saya bersyukur banget karena teman satu tim kerap mendukung saya untuk memasukkan idealisme pribadi ke dalam pekerjaan. Tetapi, di saat saya kebablasan dan terhanyut dalam idealisme pribadi, mereka juga yang akan menyadarkan saya untuk berkata “cukup” pada diri sendiri. Nah, kalau penasaran apa saja yang saya dan tim kerjakan di NextICorn International Summit 2019 yang lalu, silakan cek di sini. Pokoknya beruntunglah punya teman-teman satu tim yang bisa saling mengingatkan. 

Selain saling mengingatkan, saat idealisme dapat menyesuaikan kebutuhan dan tujuan bersama, hasilnya adalah senyuman. Senyuman yang menyatakan rasa puas dan bangga, karena telah berhasil melakukan sebuah pekerjaan tanpa melupakan apa yang penting dalam diri kita. Ingat, always true to yourself, namun jangan nyusahin orang, ya!

Related Articles

Opinion

"Silicon Valley" ala Indonesia, Ide Bagus atau Sebaliknya?

Di situasi kayak sekarang, apakah pembangunan Bukit Algoritma ini sebenarnya ide bagus atau hanya egoisme intelektual semata?

Opinion

Tren Donasi Digital ala Milenial

Berdonasi secara online rupanya menjadi suatu tren tersendiri di kalangan masyarakat Indonesia. Bagaimana dengan Anda? Apa sih keuntungan dan safety tips yang perlu kita perhatikan jika ingin berpartisipasi dalam tren yang satu ini?

Opinion

Cegah Kekeliruan Informasi Vaksin, Google Hadirkan Panel Pencarian Khusus

Menerima berita hoax atau mengalami misinformasi mungkin masih terjadi di keseharian kita sampai hari ini. Makanya, kita harus cermat dalam menelaah sebuah berita. Kabar baiknya, niat kita untuk bisa mendapatkan informasi akurat dan tepercaya terutama terkait vaksin Covid-19 bakal didukung oleh Google melalui inovasi terbarunya. Langsung saja kita bahas bareng, ya.

Browse Other Categories

We are your teammates.

We're never just another agency, we're your teammates, providing you with everything needed on the pitch of digital marketing.

Servicesarrow_forward

Hi there!

Ready to cook your digital content with us?

Contact Us Now
Whatsappp Sharing